Perang Dagang Menggigit, Produksi Industri Singapura Catat Penurunan Terbesar

Patung Merlion di Marina Bay, Singapura - Wikimedia Commons

Produksi industri di Singapura mencatat penurunan terbesar dalam hampir empat tahun bulan lalu. Fakta ini menjadi tanda bahwa penurunan manufaktur di negera ini bisa semakin dalam.
Dilansir dari Bloomberg (Kamis, 26/9/2019), produksi industri Singapura turun 8 persen pada Agustus 2019 dari tahun sebelumnya. Penurunan ini adalah yang terlemah sejak Desember 2015 dan lebih buruk dari semua proyeksi dalam survei ekonom Bloomberg.
Pendorong terbesar untuk penurunan ini adalah elektronik yang anjlok 24,4 persen pada Agustus dari tahun lalu, angka terburuk untuk industri ini sejak awal 2012.
Penurunan tersebut sekaligus memberi pukulan baru bagi prospek pertumbuhan ekonomi di Singapura yang bergantung pada perdagangan.
Pemerintah Singapura telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini mendekati nol, seiring dengan meningkatnya perang perdagangan AS-China.
Ekonomi Singapura diperkirakan akan tumbuh 0,0 persen-1,0 persen tahun ini, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,5 persen-2,5 persen, dengan pertumbuhan diperkirakan mendekati median kisaran,
“Perang perdagangan AS-China tetap berada di jalan buntu antara harapan dan kesuraman,” ujar Selena Ling, kepala riset dan strategi di Oversea-Chinese Banking Corp, dalam sebuah catatan penelitian setelah laporan tersebut.
“Bahkan prospek kesepakatan perdagangan mini menjelang pembicaraan perdagangan (AS-China) pada awal Oktober mungkin tidak cukup untuk mengangkat sektor manufaktur dalam negeri untuk saat ini,” tambahnya.
Data ini dapat memberikan alasan bagi bank sentral Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS), untuk melonggarkan kebijakannya dalam pertemuan yang digelar Oktober mendatang.
MAS, yang menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan moneter utamanya alih-alih suku bunga, mempertahankan slope dan lebar rentang nilai tukar mata uang dolar Singapura pada April.
Di sisi lain, pejabat pemerintah Singapura telah mengatakan bahwa meskipun penurunan menuju paruh kedua tahun ini sangat mencolok, hal itu belum cukup dalam atau berkelanjutan untuk menjamin stimulus fiskal karena pasar tenaga kerja tetap tangguh.
Share:

Recent Posts