Tiga Warga AS Raih Nobel Ekonomi, Salah Satunya Ukir Sejarah

Abhijit Banerjee, Esther Duflo, dan Michael Kremer. Tiga warga AS yang meraih nobel ekonomi (The News Minute)


Esther Duflo mencetak sejarah. Di usianya yang baru 46 tahun, dia menjadi peraih Nobel Ekonomi termuda. Profesor di Massachusetts Institute of Technology (MIT) itu juga merupakan perempuan kedua yang meraih penghargaan tersebut sejak Nobel Ekonomi diberikan pada 1969.
“Ini menunjukkan bahwa mungkin bagi perempuan untuk sukses dan diakui karena kesuksesannya, maka saya harap bisa menginspirasi banyak perempuan untuk terus bekerja,” ujar Duflo seperti dikutip BBC. Dia juga berharap para pria bisa menghormati perempuan layaknya manusia seutuhnya.
Duflo tidak sendiri. Dia harus berbagi hadiah dengan dua orang lainnya. Yaitu, sang suami Abhijit Banerjee dan profesor di Harvard University Michael Kremer. Mereka bertiga berkewarganegaraan AS. Kremer dulu adalah penasihat mantan Presiden AS Barack Obama.
Mereka bertiga dianggap berjasa memerangi kemiskinan dengan penelitian-penelitian di India dan Afrika. Yaitu tentang kebijakan dan investasi yang layak dilakukan agar memiliki imbas yang lebih besar bagi warga miskin.
Contohnya di India. Mereka menemukan banyak guru yang bolos. Hasil penelitian Duflo dan Banerjee menunjukkan bahwa guru yang dikontrak untuk jangka pendek dan akan diperpanjang jika penilaian mereka bagus justru lebih baik. Itu dibanding mereka langsung dipekerjakan dalam jangka lama. Karena takut kontraknya tidak diperpanjang, para guru jadi lebih giat. Hasilnya, nilai-nilai ujian siswa juga naik.

Share:

Ekonomi Digital Asia Tenggara Merangsek Kejar AS, Indonesia Terdepan

Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf (tengah) saat jumpa pers di Jakarta,

Potensi ekonomi digital atau internet economy (e-conomy) di kawasan Asia Tenggara disebut dalam posisi yang sangat matang dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Kondisi tersebut juga diyakini dapat mengejar internet economy di Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan laporan dari E-Conomy SEA tahun ini yang dilakukan Google, Temasek, dan Bain & Co, Indonesia menduduki posisi terdepan dalam pertumbuhan ekonomi digital yang pesat di Asia Tenggara. “Tren dalam laporan tersebut, menunjukkan bahwa ekonomi internet Indonesia tumbuh lebih dari lima kali lipat dari USD 8 miliar (Rp 113 triliun) pada 2015 menjadi USD 40 miliar (Rp 566 triliun) pada 2019, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 49 persen,” ungkap Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf di Jakarta, Senin (7/10).
Sebagai ekonomi internet terbesar dan paling cepat berkembang di kawasan Asia Tenggara, menurut Randy, Indonesia berpotensi mencapai USD 130 miliar (Rp 1.840 triliun) pada 2025. Hal ini tentunya menarik perhatian para investor yang hingga paruh pertama tahun ini sudah sebanyak USD 1,8 miliar terhimpun di Indonesia, sama dengan jumlah pada paruh pertama 2018.
Adapun pendorong utama pertumbuhan internet economy masih didominasi sektor e-commerce di wilayah kota besar seperti Jabodetabek dengan total pembelanjaan senilai USD 555 (Rp 7,8 juta) per kapita dalam ukuran nilai barang dagangan (GMV). Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan area non-metro (di luar kota besar) yang hanya menyentuh USD 103 (Rp 1,4 juta).
Randy menduga bahwa hal tersebut mungkin merupakan dampak literasi finansial di Indonesia yang belum merata dengan hanya 42 juta orang yang telah sepenuhnya menerima layanan perbankan dan keuangan. “Sebanyak 47 juta orang lainnya masih ‘underbanked’, memiliki rekening bank tetapi tidak cukup memiliki akses kredit, investasi, dan asuransi, sementara 92 juta lainnya masih tergolong ‘unbanked’ di mana mereka tidak memiliki rekening bank,” paparnya.
Selain e-commerce, sektor lainnya seperti online media (mencakup industri game), ride hailing, online travel, dan financial services juga berpotensi menjadi sektor baru dalam mendorong internet economy di Indonesia.
Sementara bicara angka pengguna internet di Asia Tenggara, Randy menyebut bahwa saat ini terdapat sebanyak 360 juta pengguna internet aktif di Asia Tenggara. Hal tersebut meningkat jika dibandingkan tahun 2015 lalu yang hanya sebesar 260 juta saja. Dari peningkatan segitu, baru setengahnya saja yang menggunakannya untuk internet economy.
“Internet economy di Indonesia sangat sehat dan akan terus bertumbuh. Sektor e-commerce dan ride hailing mungkin masih mendominasi, tetapi ke depan akan muncul sektor-sektor baru yang tak kalah menarik mendukung pertumbuhan internet economy,” tandasnya.
Share:

Bursa Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin: Tim Bidang Ekonomi Butuh Wajah Baru

Presiden Jokowi.

 Semua partai politik sedang menunggu kepastian jatah menteri dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tak terkecuali Partai Gerindra yang tidak termasuk partai koalisi pemerintah.
Partai yang diketuai Prabowo Subianto itu mengajukan tiga konsep ketahanan kepada presiden terpilih. Jika usul tersebut disetujui, Gerindra siap bergabung dalam pemerintahan lima tahun mendatang.
Tiga ketahanan itu adalah ketahanan pangan, ketahanan keamanan, dan ketahanan energi. ”Kami masih komunikasikan konsep-konsep itu kepada pemerintah,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.
Meski menyatakan siap masuk koalisi pemerintah, Dasco menegaskan bahwa partainya tidak pernah meminta-minta jatah menteri kepada Jokowi. Gerindra hanya mengajukan konsep kepada pemerintah.
Terkait jabatan menteri pertahanan dan menteri pertanian yang dikabarkan diminta Gerindra, Dasco membantah. Menurut dia, Prabowo tidak pernah meminta-minta jabatan kepada Jokowi. Dia menambahkan, pihaknya akan mengambil keputusan apakah bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin atau menjadi oposisi dalam rapat kerja nasional (rakernas). Rakernas tersebut dilaksanakan dalam waktu dekat. ”Tetapi, kami lihat dulu konsep yang kami tawarkan. Itu yang kemudian kami bahas di rakernas,” ujar dia.
Bagaimana sikap Partai Demokrat? Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan, sesuai arahan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), partainya akan mendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Soal menteri, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi. Menurut dia, Demokrat tidak akan meminta-minta jabatan menteri. Apakah tetap mendukung Jokowi jika tidak mendapat jatah menteri? ”Kami tidak berandai-andai,” elak dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, kans masuknya Partai Gerindra ke kabinet sangat terbuka lebar. Sebab, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto berhasil menjalin komunikasi intim dengan Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selaku pemenang pemilu. ”Rekonsiliasi kemarin itu kan ujungnya power sharing dan itu semuanya sangat bergantung kepada Bu Mega,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.
Karena itu, bergabungnya Gerindra ke koalisi pemerintah diprediksi tinggal menentukan jumlah kursi yang cocok. Pangi menilai Gerindra tidak perlu diberi banyak posisi, cukup satu atau maksimal dua. ”Partai pengusung harus prioritas. Kalau yang lain ini kan hanya politik akomodasi dan kompromi,” tuturnya.
Bagaimana peluang Demokrat? Pangi menilai ada peluang, tapi relatif lebih kecil daripada Gerindra. Apalagi jika sosok yang disodorkan duduk di kabinet adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurut Pangi, masuknya AHY bukan persoalan. Yang terpenting, bergabungnya Demokrat akan membuat pemerintahan semakin kuat. Namun, bagi partai koalisi Jokowi, khususnya PDIP, memberikan kursi untuk AHY sama dengan memberinya karpet merah menuju Pilpres 2024. ”Sangat bergantung kepada Megawati juga,” katanya.
Sementara itu, berbagai nama muncul dari pos calon menteri di tim ekonomi. Beberapa nama yang santer disebut berpotensi menduduki pos ekonomi adalah Chatib Basri, Airlangga Hartarto, Mahendra Siregar, dan Sandiaga Uno. Nama Chatib diisukan mengisi pos menteri keuangan untuk menggantikan Sri Mulyani Indrawati. Sementara itu, Airlangga dan Mahendra sama-sama dikabarkan berpotensi mengisi slot menteri koordinator bidang perekonomian. Yang tak kalah heboh, ada nama Sandiaga Uno yang digadang-gadang mengisi pos baru, yakni menteri investasi.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P.G. Talattov menyebutkan, perombakan kabinet di bidang ekonomi memang harus dilakukan. ’’Nggak bisa lagi pakai menteri yang kemarin (saat ini menjabat, Red). Harus dievaluasi lagi kinerja menteri bidang ekonomi yang kemarin. Kinerja ekonomi kita terpuruk. Harus mencari menteri yang punya ide baru,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (8/10).
Abra menyatakan, calon-calon menteri bidang ekonomi diharapkan merupakan sosok yang bisa menjadi inovator dan jauh dari politik praktis. Kriteria itu diperlukan karena kondisi ekonomi saat ini memerlukan banyak kebijakan akomodatif.
Kompetensi Chatib maupun Mahendra tak diragukan. Chatib adalah mantan Menkeu, sedangkan Mahendra pernah menduduki jabatan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dia juga pernah menjabat Wamenkeu dan Wamendag.
’’Dengan kriteria-kriteria itu, mereka cukup punya kompetensi dan kredibilitas untuk memenuhi ekspektasi pasar. Kebijakan-kebijakannya memang harus dilandasi adjustment yang kuat dan rasional. Mereka juga bisa mengeksekusi secara cepat tanpa takut kepentingan politik,’’ urainya. Abra berharap menteri-menteri di bidang ekonomi bisa lepas dari intervensi parpol agar lebih netral dalam pengambilan kebijakan.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan, perombakan tim menteri ekonomi memang diperlukan. Nama-nama tim ekonomi yang kini beredar, menurut dia, punya kapasitas bagus. Bhima menyebut sosok Dede (sapaan Chatib Basri) memiliki komunikasi yang bagus dengan pelaku pasar maupun investor. Menurut dia, hal itu bisa menjadi nilai plus bagi sosok Dede jika nanti menjabat Menkeu. ’’Hal itu juga membuat komunikasi bisa lebih bagus,’’ imbuhnya.
Bhima menyebutkan, beberapa kementerian yang perlu dirombak, antara lain, menteri BUMN, Mendag, Menperin, dan menteri ESDM. ’’Mendag biar fokus ke kasus KPK dulu lah. Menteri BUMN juga kinerjanya kurang bagus. Menperin juga kita (Indonesia) terjadi deindustrialisasi prematur. Artinya, ada kegagalan mengatasi perlambatan industri manufaktur. Itu menjadi catatan,’’ tegasnya.
Dia menambahkan, pos menteri ESDM juga layak disorot. Hal itu dipicu kinerja lifting minyak yang menurun. Ditambah, ketergantungan impor migas disebut semakin melonjak. ’’Insentif yang diberikan menteri ESDM belum mampu menaikkan produksi lifting minyak,’’ katanya.
Share:

Recent Posts